Metode BCM (Bermain, Cerita, Menyanyi)
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
a.
Metode Bermain
Bermain adalah
merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan
kesenangan bagi anak dan bermain dilakukan anak dengan suka rela
tanpa paksaan atau tekanan dari pihak
luar. Kegiatan bermain tersebut tidak
mempunyai aturan kecuali yang dutetapkan oleh pemain itu sendiri.
Anak mendapatkan kebahagiaan dan
kegembiraan melalui kegiatan bermain.
Menurut asal
katanya bermain berasal dari kata main. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, Bahwa main adalah
berbuat sesuatu untuk menyenangkan hati
dengan menggunakan alat-alat atau tidak.
Menurut Singer
mengemukakan bahwa metode bermain dapat digunakan anak-anak untuk menjelajahi
dunianya, mengembangkan kompetensi dalam usaha mengatasi dunianya dan
mengembangkan kreativitas anak. Dengan bermain anak memiliki kemampuan untuk
memahami konsep secara ilmiah, tanpa paksaan.
Bermain menurut
Mulyadi , secara umum sering dikaitkan dengan
kegiatan anak-anak yang dilakukan secara spontan.Terdapat lima
pengertian metode bermain :
1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai
intrinsik pada anak
2. Tidak memiliki tujuan ekstrinsik,
motivasinya lebih bersifat intrinsik
3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada
unsur keterpaksaan dan beba dipilih oleh anak
4. Melibatkan peran aktif keikutsertaan anak
5. Memilikii hubungan sistematik yang khusus
dengan seuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah,
belajar bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya.
Banyak konsep
dasar yang dapat dipelajari anak memalui aktivitas bemain. Pada usia
prasekolah, anak perlu menguasai berbagai konsep dasar tentang warna, ukuran,
bentuk, arah, besaran, dan sebagainya. Konsep dasar ini akan lebih mudah
diperoleh anak melalui kegiatan bermain.
Dari pemaparan
di atas bahwa metode bermain adalah suatu metode yang menyenangkan untuk
dilakukan, dan sesuatu yang menghibur. Bagi anak bermain adalah sebuah
pekerjaan dan cermin pertumbuhan. Melalui bermain anak akan memenuhi
kepuasannya, ia juga akan belajar banyak karena berlatih, mengeksploitasi,
merekayasa dan mengulang hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya. Sebagian orang
mengerti apa yang dimaksud dengan bermain, namun demikian mereka tidak dapat
memberi batasan apa yang dimaksud dengan bermain. Bila kita lukiskan secara
sistematis obyek permainan terdiri dari:
1. Umur 0,6 – 1,0 tahun : Bermain dengan
dirinya antara lain, tangan, kaki, lidah malahan suaranya sendiri, baru
memerlukan alat.
2. Umur 1,0 – 2,0 tahun : Bermain dengan
menirukan sesuatu.
3. Umur 2,0 – 3,0 tahun : Bermain
sendiri-sendiri tetapi ingin berdekatan dengan yang lain.
4. Umur 3,0 – 5,0 tahun : Bermain yang sama
dalam kedudukan yang sama.
5. Umur 5,0 – 6,0 tahun : Bermaian bersama
dibawah pimpinan salah seorang dari mereka tetapi sering kedudukan di
perebutkan.
6. Umur 6,0 – 8,0 tahun : Anak bermain
sandiwara dan tunduk dibawah pimpinan.
7. Umur 8,0 – 12,0 tahun : Bermain dalam
permainan disertai gerakan yang memerlukan kecerdasan.
Ada beberapa
lima kriteria dalam bermain diantaranya:
a) Motivasi intrinsik, tingkah laku bermain
dimotivasi dalam diri anak, karena itu dilakukan demi kegiatan itu sendiri dan
bukan karena adanya tuntutan dari masyarakat atau fungsi-fungsi tubuh.
b) Pengaruh positif, tingkah laku itu menyenangkan
atau menggembirakan untuk dilakukan.
c) Bukan dikerjakan sambil berlalu, tingkah
laku itu bukan dilakukan sambil berlalu, karena itu tidak mungkin polaatau
urutan yang sebenarnya, melainkan lebih bersifat pura-pura.
d) Cara atau tujuan, cara bermain lebih
diutamakan dari pada tujuannya. Anak lebih tertarik pada tingkah laku itu
sendiri daripada keluaran yang dihasilkan.
e) Kelenturan, bermain itu perilaku yang
lentur. Kelenturan ditunjukan baik dalam bentuk maupun dalam hubungan serta
berlaku dalam situasi.
Bermain
merupakan alat pelepas emosi. Bermain juga mengembangkan rasa percaya diri dan
kemampuan social. Bermain juga memungkinkan anak untuk mengekspresikan
perasaannya secara leluasa, tanpa tekanan batin. Dari beberapa bentuk-bentuk
pelaksanaan dari jenis bermain ada dua macam yaitu:
1. Bermain bebas
Dalam
pelaksanaan nya dalam bermain bebas anak tidak terikat dengan peraturan yang
ada. Anak dapat bermain sekehendak hatinya sendiri, atau tanpa alat-alat yang
disediakan oleh guru. Ia juga boleh memeilih permainan yang akan
dipergunakannya dan tugas guru dalam perminan bebas ini adalah mengadakan
observasi, serta memberikan aanjuran bila perlu.
2. Bermain terpimpin
Pada bermain
terpimpin ini ada seorang pemimipin yaitu guru. Dalam pelaksanaannya, anak
tidak bebas seperti pada permainaan bebas, melainkan terikat pada perturan.
Peermainan dapat dilakukan dengan atau tanpa nyanyian. Dalam diklat BCM
dijelaskan jenis-jenis permainan dibagi menjadi tiga yaitu:
Dilihat dari
segi pelaksanaannya.
a. Bermain di out door ( di luar
ruangan/kelas )
b. Bermain di in door ( di dalam
ruangan/kelas ).
Dilihat dari
segi sifatnya.
a. Permainan kecerdasan, misalnya:
1) Puzzle rukun islam
2) Puzzle rukun iman
3) Puzzle nama-nama malaikat, dll.
b. Permainan rekreatif, misalnya:
1) Tepuk islam
2) Tepuk wudlu
3) Tepuk anak sholeh
4) Tepuk malaikat
b. Metode Cerita
Metode cerita
dalam buku Moeslichatoen adalah cara bertutur kata dengan menyampaikan cerita
atau dengan memberikan penerangan kepada anak secara lisan. Sedangkan menurut
Lukman Al-Hakim Metode bercerita adalah cara bertutur kata dan menyampaikan
cerita atau memberikan penerangan kepada anak secara lisan. Tujuannya adalah
melatih daya tangkap anak, melatih daya fikir, melatih daya konsentrasi,
membantu perkembangan fantasi/imajinasi anak, menciptalan suasana menyenangkan
dan akrab di dalam kelas.
Dari penjelasan
diatas bisa di simpulkan bahwa metode cerita adalah sebuah metode pembelajaran
yang disampaikan dengan menggunakan lisan denganrangkaian peristiwa baik
berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Allah
berfirman yang Artinya: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik
dengan mewahyukan Al Qu’ran ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (kami
mewahyukan) nya adalah Termasuk orang-orang yang belum mengetahui.” (QS.Yusuf
ayat 3)
Dari penggalan
Al Qur’an surat Yusuf ayat 3 diatas, dapatlah diambil pelajaran bahwa secara
implisit Allah menyebut Al-Qur’an dengan ‘kumpulan cerita yang paling baik’.
Maksudnya dalam mengajak manusia kedalam keimanan dan ketaatan kepada robbnya,
Allah pun menggunakan metode yang menyentuh hati nurani, yaitu cerita atau
kisah-kisah. Hikmah yang dapat diambil atas sebuah cerita/peristiwa yang pernah
terjadi di masa lalu adalah sungguh merupakan pengalaman yang sangat berharga
untuk kita berikhtibar atas peristiwa itu.
Sebelum
seseorang bercerita, terlebih dahulu ia harus memilih atau menentukan terlebih
dahulu jenis cerita apa yang cocok dan sesuai dengan obyek dakwah yang kita
tangani.
Pemilihan jenis
cerita ini antara lain ditentukan oleh :
1. Tingkat usia pendengar.
2. Jumlah pendengar
3. Tujuan penyampaian materi.
4. Suasana acara.
5. Situasi dan kondisi pendengar.
Dalam menyusun
sebuah cerita diantaranya :
1. Cerita bisa diangkat dari apa yang
dilihat, dibaca an didengar
2. Cerita berisi nilai-nilai islami yang
mengandung materi yang dipelajari
3. Cerita menampilkan tokoh-tokoh yang akan
diikuti santri
4. Cerita tidak terlalu panjang
Adapun
pengelompokan cerita ini ditinjau dari beberapa sudut pandang dalam diklat
materi BCM, yang secara sederhana dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kejadiannya.
a) Cerita sejarah ( tarikh ), misalnya :
1) Sejarah nabi dan rasul
2) Sejarah para wali songo
3) Dan lain-lain.
b) Cerita fiksi ( rekaan ).
2. Berdasarkan teknik penyajiannya.
a. direct story ( cerita lagsung/tanpa
naskah )
b. Story reading ( membaca cerita ).
3. Berdasarkan pemanfaatan peraga.
a. bercerita dengan alat peraga seperti
dengan melihat gambar.
b. Bercerita tanpa alat peraga.
Contoh Cerita
Fiqih Anak :
“Iblis Selalu
Melalaikan Shalat”
Dahulukala,
iblis dapat dilihatdan bertemu jelas
dengan semua orang. Suatu ketika ada seorang laki-laki bertemu dengan iblis.
Orang tersebut lalu berkata,“hai iblis, bagaimana caranya agar aku dapat
menjadi seperti engkau?” Iblis terkejut mendengar pertanyaan laki-laki itu.
Iblis lalu berkata, “celaka kamu. Tidak pernah ada orang yang ingin menjadi
seperti aku. Bagaimana mungkin kamu ingin minta itu?”
Laki-laki itu
berkata, “tapi, saya memang ingin begitu.” Iblis lalu berkata, “jika kamu ingin
benar-benar ingin seperti aku, lalaikanlah shalat. Jangan hiraukan tentang
sumpah benar atau dusta (selalu bersumpahlah, baik bicara benar atau dusta).”
Laki-laki itu
baerkata, “aku telah berjanji kepada Allah tidak akan meninggalkan shalat.
Akupun tidak akan bersumpah selama hidup.”
Iblis lalu
berkata, “tidak seorangpun belajar padaku dengan tipuan sedemikian itu, kecuali
kamu. Dan aku telah berjanji kepada Allah tidak akan memberi nasihat yang baik kepada
anak adam (manusia).”
c. Metode Menyanyi
Metode menyanyi
menurut Lukman Al-Hakim adalah suatu cara dalam mengajar yang di dalamnya
berisikan lagu-lagu yang berkesan dan menyenangkan.Sedangkan metode menyanyi
menurut Poerwadarminta adalah mengeluarkan bunyi suara belagu dengan perkataan
atau tidak melagukan dengan bernyanyi.
Jadi sebuah
metode menyanyi adalah bagian yang tak terpisahkan dari dunia anak-anak.
Menyenandungkan lagu, apalagi yang berirama riang, sungguh merupakan kegiatan
yang digandrunginya. Hal ini tidaklah mengherankan, karena lagu pada dasarnya
adalah bentuk dari bahasa nada. Yaitu bentuk harmoni dari tinggi rendahnya
suara. Pada insan-insan belia yang perbendaharaan bahasa masih cukup terbatas
ini, bahasa nada justru lebih mudah mereka fahami.
Ketika
anak-anak beranjak lebih besar, mereka akan semakin akrab dengan lagu atau
nyanyian. Asal melodinya tidak terlalu rumit, mereka akan dengan senang hati
menyanyikannya.Mereka minta diajari menyanyi, menghafalkan syairnya, belajar
melafalkan kata-kata yang terdapat pada syair lagu itu, sibuk bergaya ketika menyanyi
dan sebagainya. Semua itu adalah bagian dari dunia keceriaan masa kanak-kanak
yang indah.
Dilihat dari
segi sifat-sifat lagu yang baik diantaranya :
a. Mengandung nilai-nilai islami
b. Bahasanya indah dan mudah dimengerti
c. Tidak terlalu panjang
d. Iramanya mudah dicerna
e. Syair dan liriknya bisa melibatkan emosi
( gembira, semangat, kagum,dll.)
Contoh Lagu
Fiqih Anak :
“Mau ke Mekkah”
Saya mau ke
Mekah
berkeliling
keliling Ka'bah
sambil baca
Talbiah
dan wukuf di
Arofah
lalu melempar
Jumroh
Ula Wusto
Aqobah
Sa'i Sa'i dari
Shofa ke Marwa
Allah Maha
Penyayang
sayangnya tak
terbilang
Allah Maha
Pengasih
tak pernah
pilih kasih
Allah Yang Maha
Tau
tanpa diberi
tau
Allah Allah Laa
Ilaha Illallah
Semoga bermanfaat dan menambah
wawasan kita semua
Terima kasih dan mohon maaf. Minta
rela.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
Komentar
Posting Komentar