Hadits Tentang Larangan Berputus Asa

العصفورية
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه
Dari Ibnu Mas’ud RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda:
 اَلْفَاجِرُ الرَّاجِى رَحْمَةَ اللهِ تَعَالَى أَقْرَبُ إِلَى اللهِ مِنَ الْعَابِدِ اْلمُقْنِطِ.
Artinya: Pendosa yang mengharap rahmat Allah ta’ala adalah lebih dekat kepada Allah daripada Abid (ahli ibadah) yang membuat orang berputus asa dari rahmat Allah.”
     Diberitakan kepada kami dari Zaid bin Aslam dari Umar, bahwa seorang laki-laki dari umat dahulu rajin beribadah, namun memberatkan diri serta membuat orang-orang putus asa dari rahmat Allah SWT.
       Kemudian ia mati, lalu berkata (di alam akhirat), “Wahai Tuhanku, apakah yang engkau sediakan bagiku?” Allah menjawab, “Api neraka.” Orang itu berkata, “Wahai Tuhanku, manakah ibadat dan jerih payahku?” Allah menjawab, “Dulu engkau membuat orang-orang berputus asa dari rahmatku di dunia, maka sekarang Aku membuatmu berputus asa dari rahmatku.”
    Diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, bahwa ada seorang laki-laki tidak pernah berbuat kebaikan sedikitpun kecuali mengesakan Allah (tauhid). Ketika menjelang mati ia berkata kepada keluarganya, “jika aku mati bakarlah aku dengan api sampai menjadi abu. Kemudian buanglah abunya kelaut.
    Merekapun melaksanakan wasiatnya. Kemudian ia ditanya oleh Allah SWT, “Apakah yang menyebabkan engkau melakukan hal ini?” Orang itu menjawab, “ Aku takut kepadamu.” Maka Allah mengampuninya, padahal ia tidak pernah berbuat kebaikan sedikitpun selain mengesakan Allah.                Diceritakan bahwa ada seorang laki-laki di zaman Nabi Musa AS yang pada waktu matinya tidak ada orang yang mau memandikan dan mengkafani karena kejahatannya. Orang-orang mengusung dan melemparkannya ke tempat sampah.
        Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, “Hai Musa, ada seorang laki-laki meninggal dunia di tempat si Fulan yang diletakkan di tempat sampah, sedangkan ia adalah salah seorang waliku. Mereka tidak memandikan, mengkafani maupun menguburnya, maka pergilah engkau dan mandikan dia lalu kafani, sembahyangkan dan kuburlah orang itu.”
    Datanglah Nabi Musa dan bertanya kepada mereka tentang mayat itu. Orang-orang berkata kepadanya, “Orang itu mati dalam sifat begini dan begini dan ia seorang yang banyak berbuat kejahatan.” Nabi Musa Berkata, “dimana tempatnya? Allah telah mewahyukan kepadaku untuk kepentingan orang itu. Tunjukkan kepadaku tempatnya.” Orang-orang itu pergi Bersama Nabi Musa.
putus asa
       Ketika Nabi Musa melihat mayit tergeletak di tempat sampah dan ia telah diberitahu orang-orang tentang kejelekan perbuatan-perbuatannya, maka Nabi Musa berkata kepada Tuhan, “wahai Tuhanku, engkau telah menyuruhku mengubur dan menyembahyangkannya sedangkan kaumnya menyaksikan kejahatannya dan engkau lebih mengetahui daripada mereka mengenai pujian dan celaannya.” Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa “Hai Musa, benarlah kaumnya mengenai apa yang mereka katakana tentang keburukan perbuatan-perbuatannya. Hanya saja ia memohon kepadaku pada waktu wafat dengan tiga hal yang apabila makhlukku yang berdosa memohon kepadaku dengan perantara tiga hal itu, niscaya kuberikan padanya apa yang ia mohon itu. Bagaimana aku tidak kasihan kepadanya ketika ia memohon, sedang aku adalah yang maha Penyayang di antara para penyayang?” nabi Musa Berkata “Wahai Tuhanku, apakah ketiga perkara itu?” Allah SWT menjawab “Tatkala menjelang mati, orang itu berkata, “Wahai Tuhanku, engkau mengetahui pada diriku bahwa aku melakukan maksiat sedangkan hatiku tidak menyukainya, tetapi dalam diriku terdapat tiga perkara hingga aku melakukan maksiat meski hatiku tidak menyukainya.”
      “pertama, hawa nafsu, teman yang buruk dan iblis terkutuk. Ketiga perkara ini menjerumuskanku kedalam maksiat. Engkau tahu pada diriku apa yang kuucapkan, maka ampunilah aku.”
  “kedua, orang itu berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya engkau mengetahui bahwa aku melakukan maksiat dan aku bergaul dengan orang-orang yang suka berbuat maksiat, namun aku suka menemani orang-orang yang sholeh dan lebih kusukai daripada orang-orang yang fasik, hingga seandainya ada dua orang yang satu baik dan yang lain jahat niscaya kudahulukan keperluan orang yang baik daripada orang jahat.
     Dalam suatu riwayat dari Wahab bin munabih diceritakan, orang itu berkata, “Wahai Tuhanku, jika engkau maafkan dan engkau ampuni dosa-dosaku, niscaya para wali dan nabimu gembira dan sedihlah setan musuhku dan musuhmu. Jika engkau menyiksaku lantaran dosa-dosaku, niscaya gembiralah setan dan para pengikutnya dan sedihlah para nabi dan wali. Aku tahu, kegembiraan para wali lebih engkau sukai daripada kegembiraan setan dan para pengikutnya. Maka ampunilah aku ya Allah.” Sesungguhnya engkau mengetahui apa yang aku katakan dan kasihani serta maafkanlah aku. Allah SWT berfirman, “Maka akupun mengasihi, mengampuni dan memaafkannya, karena sesungguhnya aku Maha Pengasih dan Penyayang, khususnya terhadap siapa yang mengaku berdosa dihadapanku. Orang ini telah mengaku berdosa, maka aku ampuni dan aku maafkan dosanya.”

     “Hai Musa, lakukanlah apa yang kuperintahkan kepadamu, karena dengan berkah kehormatannya disisiku, aku mengampuni orang-orang yang menshalatkan dan menghadiri penguburan jenazahnya.

(Kitab Ushfuruyah Hadits Kedua)
Semoga bermanfaat dan menambah wawasan kita semua
Terima kasih dan mohon maaf. Minta rela.

وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian Huruf Dalam Ilmu Nahwu

Kosakata Min Yaumiyatil Usrah dan Struktur Kalimat Fiil Mudhari

Struktur Kalimat Mubtada Isim Dhamir dan Khabar Mufrad